Untuk memenuhi tugas mata kuliah sosiologi konflik, saya tulis 5 konflik yang paling sering terjadi di negeri ini yang menurutku sungguh destruktif
Aksi
bentrokan warga dengan ormas (FPI).
Seperti
yang terjadi di Kendal pada 18/7/2013
dalam bulan Ramadhan.
Sekumpulan masa dari FPI melakukan sweeping
terhadap sarang perjudian, lokalisasi, dan klub malam di Kendal.
Tindakan FPI yang merusak tempat tersebut memicu amarah warga sekitar
sehingga bentrokan pun terjadi. Warga memberikan perlawanan terhadap
tindakan massa FPI dan merusak satu mobil yang ditumpangi massa FPI.
Dalam insiden tersebut dua orang massa FPI mengalami luka ringan.
Pihak FPI pada hari berikutnya kembali datang dan kericuhan tidak
dapat dihindari. Saat bentrokan kembali terjadi, salah satu massa FPI
menabrak seorang Ibu-ibu pengendara sepeda motor. Hal inilah yang
menyebabkan warga tersulut emosinya dan membakar mobil Avanza milik
massa FPI.
2.
Demonstarsi buruh yang menuntut kenaikan upah di Jakarta
30.000
buruh dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan sejumlah
serikat buruh lain melakukan aksi demonstrasi di depan Istana Negara,
Kantor Kementerian Kesehatan, Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi dan PT Jamsostek pada Kamis (5/9/2013).
Dalam
aksinya, buruh menuntut tiga hal yaitu :
a.
Kenaikan
upah minimum provinsi, kabupaten dan kota (UMP/K) sebesar 50%.
b.
Menolak dan mendesak dicabutnya Inpres soal Penetapan UMP
c.
Menuntut
Jaminan Kesehatan
Buruh
menolak apa pun bentuk kebijakan yang tak berpihak pada peningkatan
kesejahteraan buruh.
Berdasarkan
teori konflik dalam masyarakat Industri, Dahrendorf (dalam Poloma
2010 : 136) mengemukakan bahwa pertentangan kelas harus dilihat
sebagai “kelompok-kelompok pertentangan yang berasal dari struktur
kekuasaan asosiasi yang terkoordinir secara pasti.
Kelompok
yang bertentangan itu akan menimbulkan perubahan struktur sosial.
Pada gilirannya, serikat buruh tersebut akan terlibat dalam
pertentangan yang mengakibatkan perubahan di bidang hukum serta
ekonomi dan perubahan-perubahan konkrit dalam sistem pelapisan
masyarakat.
Timbulnya
kelas menengah baru, merupakan suatu perubahan struktural yang
berasal dari institusionalisasi pertentangan kelas. Dalam masyarakat,
pertentangan itu tidak dapat dihilangkan. Pertentangan tersebut
fungsional bagi perkembangan dan perubahan struktur sosial. Yang
penting ialah bahwa pertentangan itu diatur melalui
institusionalisasi daripada usaha menekannya,
3.
Aksi destruktif dalam demonstrasi mahasiswa Makassar.
Aksi
demonstrasi yang dilakukan mahasiswa Makassar dalam menolak kenaikan
harga BBM menjadi kericuhan. Hal ini berawal saat kaki mahasiswi
diinjak oleh taksi yang menerobos demo. Mahasiswa lainnya yang tidak
terima lalu membela temannya dan merusak kaca taksi. Polisi yang
berjaga lalu berusaha membubarkan demo karena dinilai sudah tidak
kondusif. Situasi yang demikian menyulut emosi demonstran dan polisi
sehingga kericuhan terjadi. Mahasiswa adalah masyarakat terdidik. Hal
ini membuktikan kecerdasan intelektual tidak cukup dalam
menyelesaikan permasalahan konflik.
4.
Konflik Pilkada di daerah
Kerusuhan
Pilkada Probolinggo yang
anarkis diduga dipicu karena ketidakpuasan massa salah satu pasangan
kepala daerah Kota Probolinggo saat penghitungan suara di kantor
Kelurahan Mayangan. Massa
merusak fasilitas umum seperti kantor kelurahan dan sejumlah mobil
KPU dan mobil polisi. Polisi terpaksa menembakkan gas air mata karena
massa semakin beringas. Tiga unit mobil milik polisi dan anggota KPU
hangus dibakar massa.
Lima orang provokator dalam aksi tersebut telah ditangkap polisi dan
ditetapkan sebagai tersangka.
Konflik
di daerah terkait pilkada selama ini selalu dipicu oleh elite politik
sendiri. Apalagi dibarengi dengan penggelontoran uang atau money
politics, maka konflik itu akan lebih memanas lagi dengan sikap
provokasi dari tim sukses masing-masing kandidat. Politik akan
menjadi pemicu utama konflik di tahun politik ini.
Konflik
lahan perkebunan kelapa sawit
Tragedi
berdarah pada 21 April 2011 berawal dari sengketa lahan perkebunan
kelapa sawitantara warga Mesuji dan pihak PT Treekreasi Margamulya.
Pada awalnya masyarakat sepakat melakukan kerjasama pembangunan kebun
plasma kepada pihak perusahaan, namun kesepakatan tersebut tidak
sesuai dengan perjanjian awal.
Tragedi
yang menewaskan dua orang warga asli Mesuji tersebut lalu menyulut
kemarahan warga untuk menyerang balik mess PT. Treekreasi Margamulya.
Dalam penyerangan tersebut lima orang dari pihak perusahaan meninggal
dunia.
Perkebunan
kelapa sawit menduduki peringkat pertama penyebab konflik sumber daya
alam dan agraria yang terjadi di Indonesia saat ini. Faktor tersebut
di antaranya keberpihakan pemerintah terhadap pemodal besar. Banyak
konflik yang awalnya terjadi secara diam-diam, tiba-tiba meletus ke
permukaan, seperti terjadi di Mesuji-Lampung Utara, Ogan Ilir,
Kebumen, hingga Sumbawa. Sebelumnya berbagai pihak juga menyebutkan
makin tingginya konflik di Indonesia.
Penyebab
konflik adalah keberpihakan pemerintah pada para pemodal.
Soerjono
Soekanto berpendapat bahwa konflik sebagai perjuangan untuk
memperoleh nilai, status, kekuasaan, dimana tujuan dari mereka yang
berkonflik, tidak hanya memperoleh keuntungan, tetapi juga untuk
menundukan saingannya.
Lewis
A. Coser (Marga M. Poloma, 1992:103) mengakui beberapa susunan
struktural merupakan hasil persetujuan dan konsensus, yang
menunjukkan pada proses lain yaitu konflik sosial. Dalam membahas
berbagai situasi konflik, Coser membedakan konflik yang realistis
dari yang Tidak realities. Konflik yang realities berasal dari
kekecewaan terhadap tuntutan-tuntutan khusus yang terjadi
dalam hubungan dan dari perkiraan kemungkinan keuntungan para
partisipan dan yang ditunjuk pada objek yang dianggap mengecewakan.
Coser
memandang kondisi-kondisi di mana secara positif, konflik membantu
mempertahankan struktur sosial. Konflik sebagai proses sosial dapat
merupakan mekanisme lewat mana kelompok-kelompok dan batas-batasnya
berbentuk dan dipertahankan. Selanjutnya konflik dapat menyatukan
para anggota kelompok melalui pengukuhan kembali identitaskelompok.
Coser
juga menyebutkan konflik itu merupakan sumber kohesi atau
perpecahan kelompok tergantung atas asal mula ketegangan, isu tentang
konflik, cara bagaimana ketegangan itu ditangani dan yang terpenting
tipe struktur dimana konflik itu berkemban
konflik
politik : faktor
politik bisa jadi pemicu konflik misalnya pemekaran wilayah,
kesetaraan, pemilihan kepala daerah, serta ketidakadilan hukum.
Ralf
Dahrendorf (Margaret M. Poloma, 1992 145) menggunakan teori
perjuangan kelas Marxian untuk membangun teori kelas dan pertentangan
kelasnya dalam masyarakat industri kontemporer. Kelas tidak berarti
pemilikan sarana-sarana produksi seperti yang dilakukan oleh Marx
tetapi lebih merupakan pemilikan kekuasaan yang mencakup hak absah
untuk menguasai orang lain. Perjuangan kelas dalam masyarakat modern
baik dalam perekonomian kapitalis maupun komunis, dalam pemerintahan
bebas dan totaliter berada di seputar pengendalian kekuasaan.
Dahrendorf melihat kelompok-kelompok pertentangan sebagai kelompok
yang lahir dari kepentingan-kepentingan bersama para individu yang
mampu berorganisasi.
Sumber
:
kompas.com
Poloma
M, Margaret. 2010. Sosiologi
Kontemporer.
Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada.