Kinahrejo terletak 30 Km arah utara
kota Yogyakarta, tepatnya di dusun Kinahrejo, Cangkingan, Pakem, Sleman. Kinahrejo ditinggali penduduk
yang menjadikan Gunung Merapi sebagai penompang hidup mereka. Bukan tanpa
alasan, itu karena tanah di sekitar Gunung Merapi terbilang subur untuk
bercocok tanam. Kesuburan tanah tersebut berasal dari abu vulkanik yang banyak
mengandung mineral. Tidak hanya itu, desa ini juga memiliki tujuh mata air dan
atraksi budaya terkenal yang dikenal dengan nama Labuhan.
Dusun
Kinahrejo yang tadinya asri menjadi luluh lantak diterjang wedus gembel.
Pohon-pohon besar yang rindang tinggal cerita. Erupsi Merapi 2010 meninggalkan
kisah yang memilukan. Perlahan namun pasti, dusun Kinahrejo kembali berbenah.
Luka dan penderitaan mulai dilupakan. Kehidupan baru dijalani.. Ada banyak
aktifitas di sana. Mulai dari aksi penanaman pohon, kaderasi, sampai dengan
kegiatan wisata alam. Setidaknya, aktifitas pengunjung di sana pun mendatangkan
berkah untuk masyarakat .
Walaupun
kini kondisi Desa Kinahrejo tidak seindah dahulu tetapi justru keberadaanya
telah menarik banyak wisatawan yang ingin menyaksikan bagaimana dahsyatnya
erupsi Gunung Merapi saat itu. Seperti kita tahu bahwa mayoritas penduduk
Kinahrejo yang selamat dari bencana tersebut kehilangan mata pencahariannya dan
mereka memanfaatkan kesempatan mengais rejeki dari aktifitas wisatawan yang
berkunjung. Banyaknya pengunjung yang
datang ke Kinahrejo pun memberi keuntungan lain bagi masyarakat setempat. Antara
lain loket masuk yang dikelola oleh masyarakat. Parkir kendaraan menjadi sumber
penghasilan yang menggiurkan. Tidak mengherankan ada banyak pilihan tempat
parkir di dusun ini. Sumber penghasilan ini dikelola dengan kearifan lokal
sehingga tidak menjadi persoalan. Berbagai alternatif ditawarkan oleh
masyarakat. Untuk naik ke bekas rumah Mbah Maridjan, pengunjung harus berjalan
kaki. Kalau tidak mau bersusah payah, ada penyewaan motor dengan biaya Rp.
20.000,- atau dengan menyewa jeep seharga Rp. 50.000 untuk durasi waktu
tertentu. Di areal parkiran dan sepanjang jalan menuju rumah Mbah Maridjan
terdapat rumah-rumah sederhana yang menjajakan makanan dan minuman serta
souvenir. Sebuah kreatifitas yang mendatangkan keuntungan. Wisatawan yang datang menjadikan
Kinahrejo sebagai desa wisata yang mendatangkan rejeki bagi masyarakat setempat
Terdapat
pula Warung Kinah yang dahulu semasa erupsi digunakan sebagai dapur umum bagi
pengungsi. Ada juga pondok kenang-kenangan yaitu pusat
informasi Napak Tilas Kinahrejo sekaligus tempat penjualan beragam
kenang-kenangan buatan warga Kinahrejo. Disini dapat membeli stiker, kaus,
payung, buku, foto, dan lain yang bertema Gunung merapi. Perlu diketahui bahwa
sebagian hasil penjualannya souvenir tersebut akan dikumpulkan untuk membiayai
pembangunan kembali Dusun Kinahrejo Baru melalui Paguyuban Masyarakat
Kinahrejo.
Berdirinya
Paguyuban masyarakat Kinahrejo mempermudah penyaluran bantuan dan organisasi
dalam pembangunan pasca bencana dan juga terkait dengan alokasi dana yang
dihasilkan dari retribusi wisata Kinahrejo. Dana sosial tersebut diberikan
kepada anak yatim dan lansia sebagai tali asih tanda persaudaraan.
Hubungan
simbiosis mutualisme antara desa wisata Kinahrejo dengan masyarakatnya sangat
terlihat karena adanya timbal balik yang saling menguntungkan diantara
keduanya. Masyarakat setempat mencukupi kebutuhan hidupnya dengan mencari
peluang kerja di desa Kinahrejo , yang dahulu memang sangat subur tanahnya
sehingga tanaman akan tumbuh subur dan menghijau pada daerah tersebut. Hingga
saat ini kandungan mineral didalamnya yang tertutup oleh lapisan wedhus gembel
membuat tanaman menjadi gagal panen. Namun mereka tetap menetap tinggal disana
karena tanah Kinahrejo tetap subur dan material akibat letusan gunung Merapi
dapat digunakan sebagai material bangunan yang bernilai guna.
Kinahrejo, desa yang bangkit.
ReplyDelete