- Industri Wig di Purbalingga
KULONPROGO – Ribuan buruh PT
Sung ChangIndonesia (SCI) FactoryYogyakarta, kembali menggelar aksi mogok
kerja, kemarin.Mereka memilih menggelar aksi demo di kantor Dinas Sosial,
Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) dan gedung DPRD, agarmembantu
penyelesaian permasalahan ketenagakerjaan. Sebelumnya para buruh ini pada Kamis
(16/6) juga mogok kerja.
Ribuan
buru pabrik rambut palsu (wig) ini, sejak pagi menggelar aksi di pabrik yang
berada di Triharjo, Wates. Mulai Pukul 07.30 WIB, mereka melakukan longmarch
sambil membawa poster menuju Dinsosnakertrans dan DPRD sambil melakukan orasi.
Aksi ini juga mendapat dukungan dari Federasi Serikat Buruh Independen DIY.
Setidaknya
ada delapan tuntutan dari para buruh yang didominasi perempuan ini.
Diantararanya mendesak dihentikannya intimidasi, Tolak PHK sepihak terhadap 4
buruh, Seret pelaku penganiayana terhadap buruh. Buruh juga meminta diangkat
menjadi pegawai tetap, gaji sesuai UMR dan meminta pengembalian potongan atas
gaji mereka. Buruh juga berharap UU 13/2003 ditegakkan dengan menempatkan
pekerja sesuai bidang kerjanya.
Ketua SBI,
Sutarno mengaku terpaksa menggelar aksi ini karena banyak sekali ancaman, dan
intimidasi yang diterima buruh. Pasca aksi Kamis lalu, dirinya banyak ditekan
oleh managemen. Hal ini yang mendasrai buruh kembali menggelar aksi. Apalagi
tuntutan yang disampaikan juga belum mendapatkan tanggapan dari perusahaan.
”Kita
siap bertemu managemen, asalkan lokasi di luar pabrik,” jelasnya.
Kepala
Dinsosnakertrans, Riyadi Sunarto siap menjembatani permasalahan yang ada. Dinas
akan memediasi antara buruh dengan eprusahaan agar tercapai kesepakatan
bersama. Dinas sendiri akan berdiri di tengah, tidak membela buruh ataupun
perusahaan.
”Ini
masalah internal mereka, harusnya bisa diselesaikan secara bipartiti,” ujarnya.
Kedatangan
buruh ke dinas, juga mmebuat dinas sedikit kebingungan. Sempat mereka tidak
meminta ijin sebelumnya. Apalagi mereka juga sudah menunjuk kuasa hukum melalui
lembaga advokasi bantuan hukum (LABH). Semestinya, antara kuasa hukum dengan
perusahaan bisa bertemu. Dinas hanya akan menjembatani dan memfasilitasi
pertemuan. Kenyataanya perusahaan tidak mau datang dengan dalih tidak ada surat
dari buruh.
”Dinas
ingin masalah cepat selesai, agar mereka bisa kembali bekerja,” ujarnya.
General
Manager PT SCI Pusat Mr Shin, mengaku permasalahan yang muncul karena kurangnya
komunikasi antara managemen dengan buruh. Beberapa permasalahan yang muncul,
merupakan akumulasi kasus lama yang belum terselesaikan.
Di PT SCI
Kulonprogo, sudah dilakukan pergantian manager selama tiga kali. Padahal
perusahaan ini baru dua tahun berdiri. Saat ini perusahaan sedang dalam masa
transisi yang terus melakukan perbaikan.
”Selain
kurang komunikasi, kita melihat ada pihak ketiga yang menjadi provokator,”
jelasnya.
Menurutnya,
kurangnya komunikasi menjadikan kebijakan perusahaan tidak tersosialisasikan
dengan baik kepada buruh. Apalagi buruh juga tidak memahami UU 3/2003 tentang
ketenagakerjaan. Beberapa tuntutan yang ada siap diselesaikan secara bipartiti.
Asalkan tidak ada pihak ketiga yang membuat permasalahan kian rumit.
”Mereka mau kerja silahkan, kita
dengan senang hati,” jelasnya.
Mr Shin
juga menepis jika gaji yang diberikan di bawah UMR. Diakuinya ada yang berada
di bawah, karena status mereka adalah magang. Praktis pedapatan mereka masih
rendah. Perusahaan juga akan mengangkat karyawan menjadi karyawan tetap,
asalkan memiliki kinerja, baik, dan rajin.
”Biar
perusahaan tenang dulu, baru akan kita selesaikan,” tuturnya.
Ketua
Komisi IV DPRD Yusron Martofa, berjanji untuk membantu para buruh dalam
mengawal hak-haknya. Dewan siap mengadvokasi tuntutan buruh agar bisa hidup
layak. (fiz)
Analisa
Pro :
-Adanya penanaman modal asing di
Kulon Progo diakui oleh Kepala Desa setempat menyebabkan dampak positif bagi
sektor perekonomian bagi warga desa karena banyak dibukanya warung makan, rumah
kos, dan lain-lain. Menurutnya masyarakat di sekitar pabrik sangat terbantu
secara ekonomi.
Kontra :
-Terjadinya aksi mogok kerja 3000
karyawan yang tidak terima atas perlakuan bos mereka yaitu orang Korea Selatan
yang memperlakukan para buruh tidak manusiawi karena sering membentak-bentak
karyawan yang tidak mampu memenuhi target. Hal ini mengartikan bahwa buruh
dianggap kaum lemah dan diperalat oleh para kapitalis serta tidak memanusiakan
buruh yang sudah bekerja pada kaum kapital.
-
Eksploitasi terhadap wanita karena
sebagian besar buruh adalah wanita karena gaji wanita lebih murah daripada
laki-laki
Kesimpulan
Industri wig di Kulon Progo tersebut
memberikan dampak positif dan negatif bagi buruh yang bekerja. Pabrik tersebut
mampu menyerap banyak wanita di Kulon Progo untuk bekerja dan membuat angka
pengangguran di Kulon Progo semakin kecil. Disisi lain, hal tersebut juga
menimbulkan dampak negatif bagi pola pembagian waktu buruh karena waktu mereka
telah tersita untuk bekerja di pabrik seharian. Buruh tidak lagi mengurus suami
dan anak secara intens dan karena tenaga sudah tersita untuk bekerja di pabrik,
para buruh mulai meninggalkan tradisi desa seperti rewang, pengajian dan
lain-lain. Para buruh lebih memilih beristirahat daripada melakukan guyup
dengan warga desa. Dalam tinjauan ini, terjadi perubahan sosial dalam sistem
kekerabatan yang awalnya guyup menjadi lebih individual. Dalam sosiologi, hal
ini dimaksudkan dalam perubahan sosial dari paguyuban ke patembayan. Akhirnya,
perkembangan industrialisasi di Kulon Progo menyebabkan adanya perubahan sosial
pada kehidupan para buruh tersebut.
Jika
ditinjau dari sisi ekonomi, adanya PMA (Penanaman Modal Asing) tersebut apabila
diatur secara tegas melalui regulasi dari PEMDA Kulon Progo secara terarah,
maka kejadian demo buruh yang menuntut kesejahteraan tidak akan terjadi. Jika
kesepakatan antara PMA dan PEMDA dapat menghasilkan keuntungan bagi kedua pihak
,maka buruh akan mempunyai taraf hidup yang baik. Sehingga kedepannya, PEMDA Kulon
Progo akan lebih memantau perkembangan kebijakan pabrik tersebut demi
kesejahteraan buruh dan memperjuangkan hak-hak buruh yang selama ini tertindas.
2. Era Digital Buka Peluang Industri Kreatif RI
KUTA - Era digital saat ini memberikan peluang menjanjikan bagi
tumbuhnya industri kreatif di
Indonesia. Chief Executive Officer XL – Hasnul Suhaimi mengatakan era digital
telah menawarkan kesempatan bagi siapa saja yang kreatif.
Berbagai contoh
kesuksesan mampu diraih oleh para entrepreneur muda,
baik di Indonesia maupun di luar negeri, yang jeli melihat peluang kebutuhan
masyarakat modern, dengan menghasilkan produk atau layanan yang inovatif.
Untuk menggapai
kesuksesan di era digital, seseorang harus memiliki setidaknya tiga keahlian.
Pertama, keahlian bisnis dan kreativitas. Kedua, keahlian teknis. Ketiga,
kepemimpinan dan managerial," ujar Hasnul saat menjadi pembicara di
ajang APEC Unthinkable Week 2013, Rabu (3/10) di Kuta Bali, Kamis
(3/10/2013).
Bentuk kegiatan ini ,
berupa pembekalan soft skill bagi mahasiswa berprestasi agar mereka di masa
depan siap mengisi posisi-posisi penting di dunia bisnis. Mereka bisa berkiprah
di perusahaan-perusahaan multi nasional, serta menjadi entrepreneur yang handal
di era digital.
"Kami berharap,
apa yang kami lakukan dengan program XL Future Leaders akan menginspirasi
masyarakat dan lembaga lain untuk melakukan hal yang sama, dan tentunya ini
semua demi kemajuan Indonesia di masa
mendatang.” imbuhnya.
Dalam forum tersebut,
di hadapan 300 entrepreneur muda Hasnul antara lain memaparkan mengenai
peluang-peluang yang terbuka lebar bagi anak-anak muda Indonesia untuk terjun
di dunia usaha. Contohnya antara lain, Mark Zuckerberg (facebook), Jack Dorsey
(twitter), Andrew Darwis (Kaskus).
Berbekal ketiga
keahlian tersebut, seseorang akan mampu menangkap jutaan peluang yang ada di
tengah perubahan yang begitu cepat dalam era digital. Saat ini adalah waktu
yang tepat untuk memulai. Indonesia sedang dalam kondisi ekonomi yang
menjanjikan bagi tumbuhnya dunia usaha.
Salah satunya ditandai
dengan tumbuhnya kelas menengah Indonesia. Selain itu, bisnis di era digital
juga bisa dimulai dengan bahkan tanpa modal apapun selain kreativitas dan
kepandaian membaca peluang. Bisnis di era digital juga dicirikan dengan
keberadaan komunitas sebagai basis pasarnya.
Unthinkable Week
adalah event yang diinisiasi Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian sejak
2009, yang menyertai ajang internasional atau nasional tertentu. Ajang
ini diselenggarakan menyertai KTT Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) di
Bali.
Tujuanya untuk menunjukkan hasil dan prestasi yang telah dicapai oleh masyarakat Indonesia melalui kewirausahaan guna menginspirasi masyarakat Indonesia,. Juga untuk mendorong pengusaha muda, serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Peserta dari acara ini adalah para entrepreneur muda dari seluruh Indonesia
Tujuanya untuk menunjukkan hasil dan prestasi yang telah dicapai oleh masyarakat Indonesia melalui kewirausahaan guna menginspirasi masyarakat Indonesia,. Juga untuk mendorong pengusaha muda, serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Peserta dari acara ini adalah para entrepreneur muda dari seluruh Indonesia
Analisa
-
Pro : Perkembangan era digital membawa peluang
bagi industri kreatif. Ide -ide bisnis
yang berbasis IT serta software yang dinamis memberikan banyak keuntungan bagi
para technopreneur tersebut. Selain bisa meningkatkan penjualan melalui promosi
di sosial media, para technopreneur tersebut memperoleh keuntungan dari PPC
(Pay Per Click) dimana setiap website mereka dikunjungi atau di klik oleh
pengguna internet, secara otomatis technopreneur tersebut akan mendapat
keuntungan per klik dan masuk ke dalam rekening. Selain hal tersebut web
development juga menjadi bisnis yang menjanjikan untuk kedepannya karena
penetrasi internet di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Jumlah
pengguna internet di Indonesia semakin bertambah dan hal ini merupakan pangsa
pasar yang sangat menjanjikan.
-
Kontra : Bisnis berbasis online atau e-commerce sudah menjamur di Indonesia
beberapa tahun belakang ini. Para pemain di industri kreatif berupaya
menciptakan inovasi-inovasi dan terobosan bisnis yang sesuai dengan consumer
insight. Persaingan yang sangat ketat diantara para pemain industri kreatif
(UKM) adalah hal yang selalu digiatkan agar produk dan layanan mereka bisa
menjadi nomor satu dalam masyarakat Indonesia. Terkadang dalam merebut pangsa
pasar, para 'pemain' dan investor dalam industri ini menggunakan strategi yang
'licik'. Penulis pernah bersinggungan secara langsung dengan CEO salah satu
perusahaan e-commerce dan merasakan strategi licik yang ia gunakan untuk
merebut pangsa pasar dan dalam hal promosi. Pada awalnya, strategi yang
digunakan adalah menggunakan lomba. Setelah banyak yang tertarik dan mengikuti
otomatis bisnis online tersebut menjadi lebih terkenal dan dipercaya karena
efek 'world of mouth' yang dihembuskan para peserta tersebut. Pada akhirnya,
peserta yang terpilih menjadi pemenang tidak di follow up kemenangannya
dan hanya menjadi formalitas dalam strategi promosi bisnis tersebut. Setelah
promo berbasis lomba menjadikan situs bisnis online tersebut menjadi terkenal,
alhasil kredibilitas bisnis online tersebut semakin meningkat dan laba
perusahaan pun naik. Penulis sadar, tidak semua bisnis online mempunyai
strategi semacam itu namun karena masih merupakan startup ,maka bisnis tersebut
melakukan cara-cara yang tidak benar untuk mengembangkan bisnisnya.
-
Kesimpulan : Bisnis era digital adalah
sebuah industri UKM yang mempunyai prospek menjanjikan dimasa depan karena
setiap tahun jumlah pengguna internet di Indonesia semakin bertambah. Hal
tersebut membuat pangsa pasar industri kreatif semakin luas dan tidak akan
surut selama internet masih menjadi kebutuhan masyarakat Indonesia. Kreatifitas
para startup digital tersebut melahirkan ide bisnis yang inovatif sesuai dengan
kebutuhan masyarakat Indonesia. Banyaknya para 'pemain' dalam industri ini
menimbulkan iklim bisnis yang tidak sehat untuk tetap bertahan dalam industri
kreatif berbasis online. Untuk menempuh upaya agar para technopreneur tersebut
dapat tetap berkembang dan mempertahankan bisnisnya, seharusnya bisa
menggunakan strategi bisnis yang 'benar' dan tidak merugikan pihak lain. Dalam
hal ini, campur tangan pemerintah sangat diperlukan karena pemerintah sebagai
pengatur regulasi peraturan dalam industri kreatif. Pemerintah diharapkan
menerbitkan UU yang mengatur tentang UKM/ startup digital dalam industri
kreatif sehingga iklim bisnis dapat berjalan dengan baik dan saling
menguntungkan.
JAKARTA
- Industri televisi nasional cenderung mengarah kepada monopoli dan
konglomerasi yang akan mengganggu hak publik terhadap konten penyiaran dan
informasi.
"Saat ini ada kecenderungan
pemilik televisi swasta menguasai beberapa stasiun televisi swasta di
daerah," kata Paulus Widiyanto, inisiator UU tentang Penyiaran di Jakarta,
Kamis.
Dalam seminar "Tolak Monopoli TV Swasta" Paulus mengatakan monopoli kepemilikan televisi swasta melanggar prinsip-prinsip Undang-undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yaitu kepemilikan harus beragam, demikian juga dengan isi siaran.
Dalam seminar "Tolak Monopoli TV Swasta" Paulus mengatakan monopoli kepemilikan televisi swasta melanggar prinsip-prinsip Undang-undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yaitu kepemilikan harus beragam, demikian juga dengan isi siaran.
Saat ini ada grup usaha yang
menguasai tiga stasiun TV nasional dan 10 televisi lokal. "Saya katakan
MNC telah melanggar UU Penyiaran, karena memiliki tiga televisi swasta di dalam
satu wilayah yang sama, yakni Jakarta," kata Paulus.
Dia menjelaskan dalam UU
Penyiaran tertera bahwa satu grup media tidak boleh memiliki dua atau lebih
stasiun televisi swasta di dalam satu area yang sama.
Menurut mantan Ketua Pansus RUU
Penyiaran DPR RI tersebut, konglomerasi media dalam satu tangan pemodal atau
monopoli kepemilikan televisi swasta akan mengancam demokratisasi dan
pluralitas konten penyiaran yang berbasis kultur Nusantara.
Dia menyebut penguasaan SCTV atas Indosiar dan O`Channel di suatu daerah dan monopoli MNC terhadap puluhan TV lokal di seluruh daerah, meskipun formalnya adalah pengambilalihan saham namun subtansinya penguasaan monopoli frekuensi dan informasi.
"Harusnya setiap warga negara berhak mengelola frekuensi, bukan hanya sekelompok orang," katanya.
Dia menyebut penguasaan SCTV atas Indosiar dan O`Channel di suatu daerah dan monopoli MNC terhadap puluhan TV lokal di seluruh daerah, meskipun formalnya adalah pengambilalihan saham namun subtansinya penguasaan monopoli frekuensi dan informasi.
"Harusnya setiap warga negara berhak mengelola frekuensi, bukan hanya sekelompok orang," katanya.
Menurut dia, frekuensi yang
semestinya diatur oleh negara, telah jatuh ke satu tangan yakni satu perusahaan
dengan kepemilikan mayoritas atas seluruh lembaga penyiaran di Indonesia.
PT Global Mediacom memiliki 70
persen MNC, MNC memiliki 99 persen Global, RCTI, TPI/MNC. Dia sangat
menyayangkan kecenderungan konglomerasi media yang mengambil alih pemilik izin
penyiaran TV lokal di berbagai daerah. TV lokal pada awal berdirinya membawa
misi demokratisasi dan pluralisme serta kearifan lokal di seluruh Nusantara.
"Sekarang telah berbalik arah,
TV lokal tapi konten penyiaran tetap dari Jakarta," katanya lalu
menyebut Sun TV membeli hampir seluruh televisi lokal, tapi siarannya
tersentral dari Jakarta.
Analisa
-
Pro
: Penguasaan TV
lokal oleh MNC Group dinilai adalah suatu bentuk konglomerasi yang dilakukan
untuk memperbesar sektor bisnis dalam bidang televisi. Selain mempunyai tiga TV
swasta antara lain MNC TV, RCTI, dan Global TV ternyata MNC Group telah
mengepakkan sayapnya dengan mengakuisisi TV lokal daerah. Hal tersebut adalah
suatu perkembangan bisnis yang sangat signifikan sehingga MNC menjadi
perusahaan pertelevisian terbesar di Asia Tenggara. Dengan kekuatannya
tersebut, MNC Group telah menjadi pemimpin dalam industri pertelevisian karena
investasi jor-joran yang dilakukannya. MNC Group dibawah kepemilikan Hary
Tanoesodibyo juga telah melakukan strategi bisnis dan ekspansi ke banyak sektor
untuk memperkokoh kredibilitasnya dalam masyarakat. Pun dalam hal meningkatkan
pundi-pundi rupiah. Penulis sangat salut dan merasa takjub atas strategi bisnis
yang dilakukan MNC Group.
-
Kontra :
Terlepas
dari kekuasaan MNC Group yang mengembangkan bisnis pertelevisian dalam kancah
industri tersebut, penulis sangat menyayangkan langkah yang terkesan 'arogan'
tersebut karena hal tersebut telah menyalahi peraturan UU yang berlaku.
Seharusnya regulasi yang telah diatur dapat mencegah tindakan konglomerasi
pihak swasta dalam penguasaan TV lokal. Hendaknya MNC Group tetap menayangkan
konten acara TV lokal sesuai dengan kearifan lokal daerah tersebut dan
menayangkan acara yang membangun daerah tersebut.
Refererensi
:
No comments:
Post a Comment
Feel Free to comment... Sertakan Identitas kamu yah ^.^