Sunday 2 December 2012

Analisa Masalah Sosial Budaya dalam film Alangkah Lucunya Negeri Ini

Masalah sosial budaya yang diungkapkan dalam film antara lain :
1.      Pendidikan
Dalam film Alangkah Lucunya Negeri Ini, tema pendidikan dibahas dengan menampilkan refleksi realita sosial bahwa di Indonesia terdapat banyak sarjana muda yang menjadi pengangguran karena kesulitan mencari pekerjaan. Berdasarkan data, tingkat pengangguran terbuka (TPT) usia muda, 15-29 tahun, di Indonesia mencapai 19,9% atau tertinggi di kawasan Pasifik. Sehingga tokoh yang diperankan oleh Muluk sangat me-representasikan keadaan para sarjana muda di Indonesia yang sangat miris. Hingga muncul pertanyaan, apakah pendidikan itu penting ? Dalam film ini juga dibahas apakah pendidikan itu penting atau tidak karena seseorang yang hanya tamatan SMU saja bisa  bekerja menjadi pengusaha namun seorang sarjana hanya menjadi pengangguran. Hal yang sangat memprihatinkan adalah adanya sekelompok pencopet yang tidak sengaja bertemu Muluk dan membawanya menjadi seorang Human Research Development untuk mengorganisasi keuangan hasil copet . Hasilnya akan diambil 10% dan digunakan sebagai modal usaha supaya mereka tidak mencopet lagi. Muluk mencoba melakukan pendekatan kepada para pencopet untuk memberikan pemahaman tentang pentingnya pendidikan dengan dididik baca tulis, budi pekerti, nasionalisme, hingga agama yang dibantu dua rekannya yang juga sarjana menganggur. Pada awalnya mereka kesulitan, dan bingung saat ditanya apakah pendidikan itu penting ?  dan jawabannya adalah PENDIDIKAN itu penting. Karena berpendidikan, maka kita tahu bahwa pendidikan itu tidak penting.

2.      Pengangguran,
Pengangguran memang menjadi masalah sosial yang sangat menyedihkan ,karena banyak lulusan perguruan tinggi yang pandai menguasai suatu ilmu namun tidak menerapkan bidang keilmuannya untuk mengabdi dan bekerja sesuai dengan yang ia pelajari. Di film ini digambarkan jelas tentang kegalauan sarjana manajemen yang mencari pekerjaan selama dua tahun dan akhirnya bertemu kawanan pencopet dan masuk menjadi bagian HRD yang mengelola hasil copetan . memang tujuannya baik karena hasil 10% nya untuk menjadi modal usaha menajdi pengasong, agar mereka beralih profesi menjadi baik. Namun apa mau dikata, niat baik tersebut diketahui oleh orangtua Muluk dan berkata bahwa hasil copet tersebut haram. Memang faktanya begitu ,tapi dengan niat baik Muluk telah melakukannya. Sehingga muncul pertanyaan “apakah boleh menerima uang haram dari hasil yang halal dan bertujuan baik ? Sedangkan kalau tidak diterima, maka orang tersebut tidak akan dapat hidup dan tidak memperoleh penghasilan ? Apabila tidak dikerjakan, maka tidak akan ada perbaikan moral dan pendidikan yang terjadi.

3.      Pemerintahan
Sindiran tentang pemerintahan yang kotor terkait kasus korupsi yang merebak sangat memprihatinkan. Dalam film tersebut terdapat dialog antara Samsul dan para pencopet ketika mereka bertanya apa pentingya pendidikan bagi para pencopet. Samsul berkata “Dengan mempunyai pendidikan, mereka bisa bekerja di kantor. Dengan demikian mereka mempunyai kesempatan untuk mencopet “brankas” kantor dan akan mendapatkan hasil yang jauh lebih besar dari apa yang mereka lakukan selama ini. Status mereka bukan menjadi pencopet lagi. Mereka akan naik kelas menjadi koruptor” Demikian kira-kira jawaban Samsul yang membuat 20-an pencopet menjawab serempak,”Saya ingin menjadi koruptor“. Alangkah lucunya negeri ini, jawaban tersebut terucap dari seorang Sarjana Pendidikan yang menjadi pengangguran.

Masalah social diatas berkaitan dengan juga dengan nilai keagamaan dan ideologi, moral masyarakat dan kemiskinan yang menjadi penyebab terjadinya berbagai masalah yang diangkat dalam karya tersebut
.

No comments:

Post a Comment

Feel Free to comment... Sertakan Identitas kamu yah ^.^