Saturday 11 January 2014

Media & Politik Sebagai Strategi Komunikasi dalam Kampanye Jelang Pilpres 2014

  1. Komunikasi Politik dalam Perspektif Sosiologi Komunikasi
Sosialisasi politik adalah proses oleh pengaruh dimana seseorang individu bisa mengenali sistem politik yang kemudian menentukan sifat persepsi-persepsinya mengenai politik serta reaksinya terhadap gejala-gejala politik. Sosialisasi politik merupakan mata rantai paling penting di antara sistem-sistem sosial dengan sistem-sistem politik.
Sosialisasi politik dapat dimaknai secara”gamblang” sebagai kampanye untuk sosialisasi visi-misi para capres guna mendapatkan hati masyarakat yang bermuara pada tujuan politik yaitu kemenangan pilpres dan menjadi presiden 2014.
Dalam sosiologi komunikasi, pergulatan antar capres dalam kampanye politik sangat ditentukan oleh media massa. Media massa merupakan agen sosialisasi politik secondary group.
Peranan media massa dalam komunikasi politik menggambarkan cara-cara tertentu yang mana seluruh proses politik terintegrasi dengan jaringan komunikasi sosial yang lebih luas dan pada umumnya media massa itu sendiri mutlak bersifat politis atau padat dengan masalah-masalah politik. Berita-berita yang dikemas dalam media audio visual (televisi), surat kabat cetak, internet, ataupun radio, yang berisikan perilaku pemerintah ataupun partai politik banyak mempengaruhi kita. Meskipun tidak memiliki kedalaman, tetapi media massa mampun menyita perhatian individu oleh sebab sifatnya yang terkadang menarik atau cenderung ‘berlebihan.’

2. Media Massa Sebagai Sarana dalam Kampanye Capres 2014
Implematasi UU Pemilu Nomor 8 Tahun 2012 Pasal 83 sangat jelas menjabarkan, pelaksanaan kampanye pemilu legislatif yang dimulai tiga hari setelah partai ditetapkan secara resmi sebagai peserta pemilu dan berakhir saat dimulainya masa tenang. Artinya, sepanjang 11 Januari 2013-5 April 2014, lebih kurang 15 bulan, masyarakat akan menghadapi terpaan kampanye beragam kekuatan yang bertarung. Rentang masa kampanye Pemilu 2014 ini lebih lama dibandingkan Pemilu 2009 yang berjalan 9 bulan (5 Juli 2008-5 April 2009).
Sebelumnya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telah mengigatkan, agar upaya penyesatan informasi tak terjadi, dan meminta kepada media penyiaran, khususnya televisi, konsisten pada semangat UU Penyiaran yang mengamanatkan bahwa spektrum frekuensi merupakan milik negara dan menjadi ranah publik. Selain itu, media harus benar-benar bermanfaat untuk kepentingan publik dan masyarakat luas di negeri ini.
Disisi lain dalam ketentuannya, KPI mengigatkan semua lembaga penyiaran harus memberikan kesempatan yang sama kepada semua peserta pemilu untuk menyosialisasikan diri sebagai peserta pemilu. Media penyiaran juga diberikan kesempatan untuk melakukan peliputan dan menyiarkan pemberitaan terkait peserta pemilu
Ajakan ini dilatar belakangi situasi dan kondisi pemberitaan saat ini yang sangat menghawatirkan. Langkah yang ditempuh lembaga independent ini, berupaya menyelamatkan penyampaian informasi ditengah-tengah kehidupan berbangsa akibat dari derasnya arus informasi yang membanjiri kehidupan masyarakat.
Tujuan dari penyiaran yang dilakukan media, selain untuk penyampaian informasi yang layak dan mengutamakan kebenaran, diharapkan berperan meningkatkan mutu pendidikan, mampuh menghadirkan hiburan yang layak ditonton, serta perekat sosial dalam kehidupan masyarakat. Bukan sebagai alat kepentingan politik maupun yang bersifat provokasi yang akhirnya menyebabakan disintegrasi bangsa


3. Strategi Komunikasi Capres 2014 dalam Memanfaatkan Televisi Sebagai Sarana Kampanye
Pemilu 2014 mendatang membuat para capres melakukan kampanye sejak jauh-jauh hari dan hal tersebut telah dilakukan oleh pasangan capres-cawapres WIN-HT. Pasangan tersebut telah melakukan kampanye di TV sejak pertengahan tahun 2013 karena cawapres Hary Tanoesodibjo adalah CEO MNC Grup yang memiliki RCTI, Global TV dan MNC TV. Sebagai pemilik dari ketiga stasiun TV tersebut , HT menggunakan kewenangan dan kekuasaannya untuk berkampanye secara leluasa dalam tayangan di TV miliknya. Kampanye yang seringakali ditampilkan WIN-HT di TV membuat masyarakat lebih mengenal sosoknya. Selain melalui kampanye, strategi yang digunakan oleh WIN-HT adalah dengan “Kuis Kebangsaan”. Dalam kuis kebangsaan tersebut, seluruh hadiah dipersembahkan oleh WIN-HT sehingga pemenang tidak menanggung pajak. Alangkah kreatifnya strategi kampanye yang diusung pasangan ini sebab dengan dalih “kuis kebangsaan” secara tidak langsung telah menghipnotis masyarakat melalui citra positif yang ditunjukkannya seolah-olah yang tampak adalah rasa nasionalisme yang tinggi. Kampanye yang berkedok “kuis kebangsaan” tersebut juga memiliki password yaitu “bersih,peduli,tegas” yang dikenal sebagai tagline dari WIN-HT. Kuis tersebut ditayangkan secara reguler di RCTI pada pukul 9.30 dan 17.00 WIB.
Dalam sosiologi komunikasi, strategi kampanye melalui kuis tersebut dapat meningkatkan kredibilitas WIN-HT dimata masyarakat sebagai bentuk interaksionisme simbolik sehingga masyarakat yang memenangkan kuis tersebut akan selalu mengingat bahwa WIN-HT sosok pemimpin yang baik. Hal demikian berpotensi akan meningkatkan jumlah perolehan suara dalam pemilu mendatang. Satu yang pasti kuis tersebut menegaskan bahwa media terutama TV di Indonesia tak mungkin bebas dari kepentingan politik. Hal yang mungkin bisa dimaklumi tapi pantas juga disayangkan. Cara “jual diri” ala WIN-HT tersebut semakin mengaburkan batas antara sosialisasi dan kampanye,dua hal yang selama ini banyak diperdebatkan karena meski telah didefinisikan namun kenyataannya bentuk praktik keduanya tak jauh beda.
Strategi kampanye yang dilakukan WIN-HT sudah diketahui publik pada bulan Mei 2013 dimana KIDP telah mengupload rekaman pembicaraan di youtube antara petinggi MNC dan petinggi HANURA. Dalam video tersebut Kader Partai Hanura memberikan koordinasi dan arahan mengenai konten media RCTI dan Indovision yang rencananya pada kedua media itu akan dimasuki slot kampanye Partai Hanura.
KIDP adalah Koalisi Independen untuk Demokratisasi Penyiaran yaitu sebuah koalisi masyarakat sipil yang menolak monopoli (pemusatan kepemilikan) radio & televisi, serta penyalahgunaan frekuensi publik untuk kepentingan politik. KIDP beranggotakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Yayasan 28, LBH Pers, MediaLink dan PR2Media yang pernah mengajukan uji yuridis (judicial review) UU 32/2002 tentang Penyiaran ke Mahkamah Konstitusi.
Ketika dimintai konfirmasinya Wiranto mengakui bahwa kuis kebangsaan tersebut memang terjadi berdasarkan adanya “settingan” namun ia menepis anggapan tersebut karena menurutnya kuis kebangsaan bukan untuk menjerumuskan. Beliau beranggapan bahwa hal tersebut merupakan sebuah upaya untuk meningkatkan rasa nasionalisme dengan menumbuhkan rasa kebangsaan dalam masyarakat Indonesia yang sudah mulai luntur nilai-nilai keluhurannya.Berikut petikan wawancara Wiranto dalam portal berita online www.metrotvnews.com

“Semua itu sudah di-setting. Namun, perancangan itu tidak melanggar undang-undang, tidak melanggar aturan, dan diizinkan. Jangan hanya mendasarkan pada suka atau tidak suka, merasa ada persaingan kemudian sesuatu yang baik disalahkan,”
“Itu bukan untuk menjerumuskan. Itu untuk menumbuhkan gairah di masyarakat dalam mempelajari sejarah sekaligus mempelajari kepahlawanan kita. Mempelajari budaya, mempelajari hal-hal yang positif bagi negara ini. Mohon jangan dicurigai. Jangan kemudian dianggap ini akal-akalan, kami tulus melakukan itu semua karena kami merasa semangat kebangsaan di tengah kita sudah luntur. Apa salahnya memberikan lewat cara yang menarik,” imbuhnya.

Bocornya rekaman arahan Hary Tanoe di Youtube beberapa waktu lalu, membuka tabir strategi Hanura memanfaatkan MNC group. Langkah ini jelas sebuah pelanggaran atas hak-hak publik. Media di era reformasi, yang seharusnya netral, di bawah HT-Wiranto, justru menjadi alat tunggangan kekuasaan. Ini tidak dibenarkan dari sudut apapun
Meski pihak stasiun televisi RCTI mengaku kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bahwa tayangan “Kuis Kebangsaan Win-HT” merupakan iklan. Namun, berdasarkan konfirmasi KPI ke Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI), tayangan itu bukan iklan.
Penayangan ini pada akhirnya menimbulkan apresiasi yang negatif dan celaan yang memalukan, bahkan ada yang menggangap acara ini hanya dagelan tak bermutu dari pengguna media sosial, termasuk Twitter dan Kaskus. mereka ramai membicarakan kuis kebangsaan Win-HT. Kebohongan acara ini terlihat dari peserta yang sudah mengetahui jawaban sebelum adanya pertanyaan. Meski konon katanya acara ini memiliki tujuan untuk menguji wawasan dan pengetahuan warga tentang Indonesia, baik sejarah, geografi, Pancasila, pengetahuan umum, maupun informasi terkini, tetap saja acara ini hanya akal-akalan pemilik media untuk memanfaatkan media milikinya. Kuis Kebangsaan WIN-HT hanya kuis settingan untuk melakukan kampanye terselubung dan ini bentuk pembodohan rakyat dan pelanggaran penggunaan frekuensi publik untuk kepentingan politik.
Sangat disayangkan era reformasi saat ini yang ditandai dengan keterbukaan informasi, justru media berubah haluan. Media terkesan telah menjadi bagian dari kepentingan politik pemilik media itu sendiri. Kondisi ini menunjukan, keberadaan media sudah tidak netral dalam menyampaikan pemberitaan. Pemberitaan lebih banyak di dominasi tentang pemilik media itu sendiri.

A. Kesimpulan
Media massa terutama TV di Indonesia tak mungkin bebas dari kepentingan politik. Hal yang mungkin bisa dimaklumi karena sang pemilik TV tersebut menggunakan privilage nya untuk kepentingan kampanye diri mereka sendiri, namun hal tersebut juga pantas disayangkan karena semakin mengaburkan batas antara sosialisasi dan kampanye. Dua hal yang selama ini banyak diperdebatkan karena meski telah didefinisikan namun kenyataannya bentuk praktik keduanya tak jauh beda. Kondisi ini menunjukan, keberadaan media sudah tidak netral dalam menyampaikan pemberitaan. Pemberitaan lebih banyak di dominasi tentang pemilik media itu sendiri.Media terkesan telah menjadi bagian dari kepentingan politik pemilik media itu sendiri.
Stretegi komunikasi politik jelang pilpres dengan dominasi konten kampanye di TV menunjukkan bahwa media massa mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembentukan opini publik terhadap motif-motif politik dibalik para kandidat calon presiden.

B. Saran
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) hendaknya terus mengawasi konten siaran MNC Group. Menurut KPI Pada prinsipnya semua lembaga penyiaran harus memberikan kesempatan yang sama kepada semua peserta pemilu dalam mensosialisasikan diri melalui media iklan kampanye. Media penyiaran seperti televisi dan radio juga diberikan kesempatan untuk melakukan peliputan dan menyiarkan pemberitaan terkait peserta pemilu.
Sebagai masyarakat hendaknya tidak terprovokasi dengan kuis kebangsaan sebagai strategi kampanye yang diusung pasangan Win-HT. Masyarakat hendaknya bersikap netral jika ingin memilih presiden. Pilihlah presiden berdasarkan visi dan misi nya bukan karena adanya money politic dan tindakan kampanye yang berkedok serupa

Referensi










No comments:

Post a Comment

Feel Free to comment... Sertakan Identitas kamu yah ^.^