Thursday 12 June 2014

Etos Kerja Etnis Tionghoa dalam Sosiologi Agama

Kajian Sosiologi agama
Agama dalam pengertian sosiologi adalah gejala sosial yang umum dimiliki oleh seluruh masyarakat yang ada di dunia ini. Ia merupakan salah satu aspek dalam kehidupan sosial dan bagian dari sistem sosial suatu masyarakat disamping unsur-unsur lain seperti kesenian ,bahasa, sistem mata pencaharian,sistem peralatan dan sistem organisasi sosial (Kahmad,Dadang.2002 : 14). Kajian sosiologi agama menganalisa mengenai praktik keagamaan suatu pemeluk agama, beikut mengenai kaitan dengan nilai-nilai yang ada dalam suatu agama yang merupakan fakta sosial. Fakta sosial berkaitan dengan peranan masyarakat dalam membentuk kepribadian individu. Fakta sosial dapat membantu memberikan penjelasan mengenai latar belakang peranan agama dalam masyarakat yang menjadi acuan norma sosial bagi individu untuk melakukan berbagai tindakan sosial. (Kahmad,Dadang. 2002 : 4).
Fakta sosial dijabarkan dalam beberapa gejala sosial yang abstrak,misalnya hukum,adat kebiasaan,norma,bahasa,agama dan tatanan kehidupan lainya yang memiliki kekuasaan tertentu untuk memaksa bahwa kekuasaan itu berwujud dalam kehidupan masyarakat diluar kemampuan individu sehingga individu menjadi tidak tampak. Yang dominan dalam hak ini adalah masyarakat. Fakta sosial berangkat dari asumsi umum bahwa gejala sosial itu riil dan mempengaruhi kesadaran individu serta perilakunya yang berbeda dari karakteristik,psikologis,biologis atau yang lainnya. Fakta sosial menurut Emil Durkheim terdiri dari dua macam yaitu : 1). Bentuk material misalnya arsitektur dan norma hukum 2). Bentuk non material misalnya egoisme,altruisme dan opini.
Fakta sosial terdiri dari struktur sosial dan pranata sosial. Struktur sosial adalah jaringan hubungan sosial dimana interaksi sosial berproses dan menjadi terorganisir sehingga dapat dibedakan posisi-posisi sosial dari individu dan subkelompok. Sedangkan pranata sosial adalah antar hubungan norma-norma dan nilai-nilai yang mengitari aktivitas manusia. Misalnya institusi keluarga,pemerintahan,ekonomi,pendidikan,agama dan ilmu pengetahuan.Menurut pandangan sosiolog, agama yang terwujud dalam kehidupan masyarakat adalah fakta sosial. Sebagai suatu fakta sosial, agama dipelajari dengan menggunakan pendekatan ilmiah.
Sosiologi agama memusatkan perhatiannya untuk memahami makna yang diberikan oleh suatu masyarakat kepada sistem agamanya sendiri dan berbagai hubungan antar agama dengan struktur sosial lainnya,juga dengan berbagai aspek budaya yang bukan agama, seperti magic,ilmu pengetahuan dan teknologi. Sosiologi agama memandang agama sebagai suatu pengertian yang luas dan universal dari sudut pandang sosial dan bukan dari sudut pandang individual (Kahmad,Dadang.2002:47).
Kajian sosiologi agama diarahkan kepada praktik kehidupan agama secara kolektif terutama dipusatkan pada fungsi agama dalam mengembangkan atau menghambat kelangsungan hidup dan pemeliharaan kelompok-kelompok masyarakat. Dalam perspektif sosiologis, agama dipandang sebagai sistem kepercayaan yang diwujudkan dalam perilaku sosial tertentu. Ia berkaitan dengan pengalaman manusia baik sebagai individu maupun kelompok. Sehingga setiap perilaku yang diperankannya akan terkait dengan sistem keyakinan dari ajaran agama yang dianutnya.

Konfusianisme dan Kong Hu Cu
Confusius hidup pada tahun 551-479 SM. Buah pikirannya merupakan suatu filsafat sosial yang memimpikan suatu negara kesatuan untuk seluruh daerah Cina dan seluruh peradaban manusia. Confusius yakin bahwa untuk menghasilkan moral yang baik, bisa dicapai dengan memelihara upacara tradisional. Di Indonesia, Confusius dikenal dengan nama Khong Hu Tju atau Kung Fu Tse dianggap sebagai nabi yang mengajarkan agama.
Di Indonesia,Kong Hu Cu diakui sebagai agama resmi (PenPre No 1 Th 1962 dan UU No 5 Th 1969). Ajaran yang penting dari Confisius adalah lima kebajikan yang disebut Ngo Siang, yaitu : cinta kasih,adil dan bijaksana,susila dan sopan santun,cerdas dan waspada,jujur dan ikhlas.
Konfusianisme mengajarkan bahwa semua kesadaran berakhir dengan kematian. Maka itu, sudah menjadi tugas manusialah untuk menghormati para leluhur mereka dan ada tempat pemujaan khusus untuk keperluan ini, didalam rumah atau didalam kuil(kelenteng) dimana persembahan disajikan. Selain ajaran konfusianisme, ajaran Kong Hu Cu mengandung unsur pembentukan akhlak yang mulia bagi bangsa Cina. Ajaran tersebut antara lain orang harus rajin, suka bekerja dan ulet. Ia harus senantiasa bersedia mengorbankan dirinya untuk menjaga keseimbangan dirinya dengan orang lain. Orang harus berwatak ramah tamah, tidak mementingkan diri sendiri, dapat merasakan penderitaan orang lain, serta dapat menghargai perasaan orang lain dengan mengukur diri sendiri. Pandangannya ini harus sampai kepada pandangan yang tidak mengenal batas-batas negara dan suku. Orang harus memiliki rasa percaya diri dan tanggung jawab. Orang yang demikian tidak suka menonjolkan diri, tidak suka membual, tidak ada baginya rasa takut dan selalu menunjukkan kemampuan yang nyata dan sehat.

Yin dan Yang
Menurut pandangan pengikut konfusianisme segala sesuatu di alam semesta ini terdiri dari dua prinsip yang saling berlawanan, yaitu yin (prinsip feminim) dan yang (prinsip maskulin). Sifat feminim adalah hal-hal yang bersifat menerima dan menghasilkan,sedangkan sifat maskulin adalah hal-hal yang bersifat aktif dan keras hati. Untuk kesenangan pribadi dan sosial,unsur-unsur ini harus dijaga keseimbangannya. Jika seorang kaisar menghormati para leluhurnya yang berada di surga dan mendapatkan restu daripadanya, secara otomatis ia akan memelihara keseimbangan antara yin dan yang di dalam kekaisarannya. Sebagai imbalannya, akan dihasilkan panenan yang bagus, kemakmuran yang merata dan kebahagiaan yang meluas.

Aktivitas Ekonomi dan Etos Kerja Etnis Tionghoa
Ajaran konfusian merupakan jantung kebudayaan Cina meskipun Budhisme dan ajaran kristen menyebar di China. David C.L Ch'ng (dalam The Overseas Chinese Entrepeneur in East Asia,1993) menilai secara luas diakui bahwa kebudayaan Cina mempunyai suatu etos kerja yang menekankan pada keuletan dan kerajinan. Sejak peralihan abad ini, para pengamat Barat yang menilai bangsa Cina telah membuat gambaran stereotipe tentang mereka sebagai pekerja yang tidak kenal lelah. Setidaknya, ada tiga penjelasan tentang etos kerja orang-orang Cina, antara lain :
  1. Orang- orang Cina dibesarkan dengan nilai-nilai berbeda. Nilai positif tentang kerja keras secara kuat ditanamkan dalam diri anak-anak Cina pada usia dini. Bagi komunitas Cina Perantauan, kerja dihubungkan dengan kumpulan nilai yang kompleks mencakup pengorbanan diri,saling ketergantungan, rasa percaya dan hemat.
  2. Etos kerja orang Cina mempunyai orientasi kelompok. Individu tidak bekerja semata-mata untuk keuntungan pribadi melainkan pertama untuk peningkatan kesejahteraan keluarga dan kemudian utuk kebaikan bersama masyarakat. Inilah ciri khas yang dimiliki orang Cina. Pantang bagi mereka untuk sukses sendirian.Kalaupun sukses,mereka harus bisa mensukseskan keluarga dan orang lain ,terutama yang sekomunitas dengan mereka.
  3. Orang Cina bekerja keras untuk mendapatkan imbalan materi. Dalam komunitas Cina perantauan, kemakmuran, perasaan nyaman dan aman dalam usia lanjut,menduduki posisi sentral dalam persepsi bersama tentang kehidupan yang baik. Maka agar mereka merasa nyaman dan aman saat memasuki usia lanjut ,mereka harus mendapatkan materi setimpal dari pekerjaan yang mereka lakukan.
Selain tiga hal diatas, sejak kecil warga keturunan Cina Perantauan terutama yang ada di Indonesia selalu diajarkan untuk tahu diri karena mereka merupakan kaum minoritas. Sehingga dalam beraksi tidak boleh terlalu menonjol atau berlebihan meminta bantuan kepada orang lain.
Dalam pekerjaan, masyarakat Cina harus mampu menguasai jenis pekerjaan, mulai dari paling mudah hingga paling sulit. Mereka menanamkan suatu ideologi bahwa setiap usaha/pekerjaan tidak selalu permanen seperti layaknya roda berputar, suatu saat diatas lain waktu dibawah. Modal bagi masyarakat Cina bukan berupa uang saja tapi juga berupa ketrampilan, semangat dan kepercayaan dari relasi. Kesemuanya itu akan membuahkan suatu hasil.
Orang Cina cenderung menggeluti dunia bisnis karena dunia bisnis adalah ladang paling potensial untuk meraup banyak keuntungan, bahkan berbisnis adalah cara yang paling ampuh untuk meningkatkan status sosial dan kedudukannya dalam masyarakat. Oleh sebab itu, dalam pandangan orang Cina seorang pebisnis harus mengetahui bagaimana caranya antara membedakan urusan pribadi dan kegiatan berbisnis. Keduanya tidak boleh dicampur adukkan, sehingga bisnis dikelola secara tidak fokus.
Setidaknya ada beberapa prinsip yang dipegang teguh oleh orang Cina dalam berbisnis, diantaranya adalah sebagai berikut :
  1. Dalam berbisnis prinsip agresivitas selalu dipegang oleh orang Cina. Dalam menjalankan aktivitas bisnisnya tidak ada konsep kompromi dan bertanggung rasa terutama jika bersangkutan dengan persoalan untung rugi. Orang Cina menggunakan tawar menawar kepada pelanggan, namun hal itu tidak boleh sampai membuat mereka rugi. Seorang pedagang misalnya,harus berani bersikap tegas dalam mengurus keuangannya. Jangan sampai keuntungan yang didapatkan hari ini digunakan untuk kepentingan lain, selain untuk meningkatkan pendapatan dikemudian hari.
  2. Jangan melepaskan peluang. Orang Cina memiliki prinsip bahwa sekali melepas suatu peluang maka akan sulit untuk merebutnya kembali. Peluang apapun bentuknya hanya datang sekali. Waktu adalah uang dan melepaskannya berarti membuang keuntungan serta menolak kekayaan. Oleh sebab itu,orang Cina sangat gemar bekerja cepat. Mereka tidak suka membuang-buang waktu. Mereka selalu menanamkan dalam diri mereka bahwa kesuksesan dan kekayaan tidaklah mungkin diraih dengan bekerja santai. Dalam bekerja haruslah serius,cepat,fokus, dan rajin. Inilah kunci sukses bagi orang Cina dalam berbisnis.
  3. Berani mengambil resiko. Orang Cina adalah orang yang berani mengambil resiko termasuk resiko gagal, rugi ataupun bangkrut. Bagi orang Cina, berbisnis atau berdagang adalah suatu kegiatan yang penuh resiko. Tidak ada jaminan bahwa kegiatan bisnis yang mereka jalankan mendatangkan keuntungan. Meskipun demikian, orang Cina sangatlah cermat dan memiliki strategi bisnis ampuh. Sehingga mereka bisa membaca situasi bisnis. Maka sangat jarang orang Cina yang benar-benar mengalami kegagalan saat menjalankan suatu usaha.
  4. Tahan banting. Berbisnis atau berdagang menuntut pengorbanan banyak, seperti waktu,uang,energi dan sebagainya. Berbisnis juga memerlukan stamina yang kuat
  5. Mayoritas etnis Tionghoa memiliki etos kerja yang sangat membantu dalam usaha, etos kerja tersebut antara lain yaitu: disiplin,jujur,pantang menyerah. Jika gagal coba lagi dan berusaha lebih giat. Berani mengoreksi diri sendiri, jangan suka mengeluh karena mengeluh itu pantangan,berusaha sebaik mungkin,mau mencari kelemahan diri,jangan mengedepankan ego ketika bekerja.

Etnis Tionghoa memang terkenal kompetitif dalam berbisnis, mereka juga tidak mengesampingkan jaringan sosial dalam berbisnis. Selain itu juga menyadari bahwa awal mula mereka berbisnis adalah belajar dengan orang lain.

No comments:

Post a Comment

Feel Free to comment... Sertakan Identitas kamu yah ^.^